Secara etimologi, kata ijarah berasal dari kata “alajru” yang berarti “al-iwadu” (ganti) dan oleh sebab itu “ath-thawab” atau (pahala) dinamakan ajru (upah). Lafal al-ijarah dalam bahasa arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan. Al-ijarah merupakan salah satu bentuk muamalah dalam memenuhi keperluan hidup manusia, seperti sewa-meyewa, kontrak, atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain.
Sedangkan secara terminologi ijarah adalah kontrak atas jasa atau manfaat yang memiliki nilai ekonomis (maqshudah), diketahui, legal diserah-terimakan kepada orang lain, dengan menggunakan upah yang diketahui.
Dan secara substansial, akad ijarah merupakan pemberian kepemilikan (tamlik) atas jasa atau manfaat barang sewaaan. Sehingga status jasa atau manfaat barang sewaan selama dalam masa ijarah adalah hak milik musta’jir. Karena itu, seorang musta’jir berhak menyewakan kembali barang sewaannya.
Definisi Para Ulama
Ulama hanafiiyah menyebutkan bahwa ijarah adalah akad kemanfaatan dengan adanya kompensasi. Sedangkan menurut ulama syafiiyah, ijarah adalah akad kemanfaatan atas suatu hal/benda barang yang mubah dimana dapat dipertukarkan dengan kompensasi yang di terapkan. Dan terakhir dari ulama malikiiyah menyebutkan bahwa, ijarah merupakan kemanfaatan atas suatu benda/barang yang mubah dengan durasi tertentu dan kompensasi-kompensasi tertentu yang dapat diterapkan.
Dari ketiga definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa, ijarah adalah akad yang menjual manfaat dari suatu barang/benda dengan kompensasi sebagai riternya.
Landasan Hukum
Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an pembahasan tentang upah tidak tercantum secara terperinci. Akan tetapi pemahaman upah dicantumkan dalam bentuk pemaknaan tersirat, seperti ditemukan dalam Q.S Al-Qassas dan Q.S At-Thalaq.
Q.S Al-Qasas : 26
قَالَتْ اِحْدٰىهُمَا يٰٓاَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖاِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْاَمِيْنُ
Artinya :
“Salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, “Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.”
Q.S At-Thalaq : 6
اَسْكِنُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِّنْ وُّجْدِكُمْ وَلَا تُضَاۤرُّوْهُنَّ لِتُضَيِّقُوْا عَلَيْهِنَّۗ وَاِنْ كُنَّ اُولٰتِ حَمْلٍ فَاَنْفِقُوْا عَلَيْهِنَّ حَتّٰى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّۚ فَاِنْ اَرْضَعْنَ لَكُمْ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۚ وَأْتَمِرُوْا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوْفٍۚ وَاِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهٗٓ اُخْرٰىۗ
Artinya :
“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”
Pada ayat-ayat tersebut berkisah tentang perjalanan Nabi Musa As bertemu dengan putri Nabi Ishaq, salah seorang putrinya meminta Nabi Musa As untuk di sewa tenaganya guna mengembala domba. Kemudian Nabi Ishaq mengatakan bahwa Nabi Musa As mampu mengangkat batu yang hanya bisa diangkat oleh sepuluh orang, dan mengatakan “karna sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat di percaya. Cara ini menggambarkan proses penyewaan jasa sesorang dan bagaimana pembiayaan upah itu dilakukan.
Hadist
Salah satu hadist Rasulullah Saw yang membahas tentang ijarah atau upah mengupah di antaranya diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda :
عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ رَسُولُ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطُوالْأَجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَخِفَّ عَرَقُهُ
Artinya :
“Ðari Abdullah bin, Umar ia berkata: telah bersabda Rasulullah “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”. (HR. Ibnu Majah).
Ijma’
Para ulama telah sepakat bahwa akad ijarah dibolehkan dan tidak ada seorang ulama pun yang membantah kesepakatan ini. Jelas bahwa Allah SWT telah mensyariatkan ijarah ini yang tujuannya untuk kemaslahatan umat, dan tidak ada larangan untuk melakukan kegiatan ijarah.
Jadi, berdasarkan nash al-Qur’an, hadist, dan ijma’ tersebut dapat ditegaskan bahwa hukum ijarah atau upah mengupah boleh dilakukan dalam islam asalkan kegiatan tersebut sesuai dengan syara’.
Rukun Ijarah
Rukun akad ijarah terdiri dari 4 rukun, yaitu ‘aqidain (mu’jir dan musta’jir), manfa’ah, ujrah, dan shigah.
‘Aqidain
‘Aqidain adalah 2 pelaku kontrak ijarah yang meliputi mu’jir dan musta’jir. Mu’jir adalah pemilik jasa atau manfaat, sering disebut ajir. Sedangkan Musta’jir adalah penyewa atau pengguna jasa atau manfaat sewaan. Syarat bagi keduanya ialah baligh, berakal, cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta) dan saling meridhai. Salah satu syarat dalam ijarah adalah, ketika menyewa jasa seorang Muslim, musta’jir tidak disyaratkan harus Muslim.
Manfa’ah
Manfa’ah adalah jasa atau manfaat barang yang menjadi obyek akad ijarah. Secara umum, batasan jasa atau manfaat yang legal di akad ijarah adalah,
Mutaqawwim Merupakan jasa atau manfaat harus memiliki kriteria berharga. Dari perspektif syar’i, jasa atau manfaat bisa dikategorikan berharga apabila pemanfaatannya dilegalkan (mubahan syar’an).
Sedangkan dari perspektif urfi, menyebutkan bahwa dikategorikan berharga apabila sudah lumrah dimanfaatkan, sehingga diakui secara publik memiliki nilai ekonomis dan layak dikomersialkan (maqshuduan ‘urfan).
Berupa Nilai Kegunaan, Bukan Berupa Barang.
Jasa atau manfaat dalam akad ijarah disyaratkan harus berupa nilai kegunaan (atsar), bukan berupa barang (‘ain). Sebab orientasi akad ijarah bukan untuk memperoleh sebuah barang, melainkan untuk mendapatkan nilai manfaat dari sebuah barang.
Mampu Diserah-terimakan
Jasa atau manfaat harus mampu diserah-terimakan oleh mu’jir dan musta’jir, baik secara empiris (hissi) atau secara hukum (syar’i).
Manfaat Kembali Kepada Musta’jir
Sebab jasa atau manfaat dalam akad ijarah merupakan komoditi yang ‘dibeli’ dengan ujrah oleh musta’jir, maka jasa atau manfaat tersebut harus dinikmati oleh musta’jir (penyewa).
Diketahui Barang, Kriteria, dan Kadarnya Secara Spesifik.
Jasa atau manfaat harus diketahui secara spesifik, meliputi fisik barangnya, ciri-ciri atau kriterianya, dan kadar manfaatnya.
Ujrah:
Ujrah adalah upah atas jasa atau manfaat yang disewa. Syarat ujrah yakni, harus mutamawwal, muntafu’bih, maqdur ‘ala taslim, li al-‘aqid wilayah, dan ma’lum. Secara substasi ujrah adalah tsaman (harga) dari komoditi berupa jasa atau manfaat barang yang disewa. Ujrah akad ijarah juga sah berupa jasa atau manfaat, seperti menyewa rumah selama satu tahun dengan ujrah berupa mengajar Al-qur’an.
Shigah:
Shigah dalam akad ijarah adalah bahasa transaksi berupa ijab dan qabul yang membuat perjanjian kontrak pemberian kepemilikan jasa atau manfaat dari pihak mu’jir kepada musta’jir dengan ganti berupa upah (ujrah) tertentu, baik secara eksplisit (sharih) atau implist (kinayah), atau bahkan secara simbolis (mu’athah). Syarat shigah dalam akad ijarah adalah ijab dan qabul dilakukan secaara kesinambungan, berkesesuaian, dan terbebas dari penangguhan.
Jenis Ijarah:
Ditinjau dari obyeknya, akad ijarah bisa diklasifikasikan menjadi dua, yakni ijarah ‘ain dan ijarah dzimmah.
Ijarah ‘Ain:
Ijarah ‘ain adalah akad ijarah dengan obyek berupa jasa orang atau manfaat dari barang yang telah ditentukan secara spesifik. Dalam kontrak ijarah ‘ain, apabila terdapat cacat pada obyek ijarah yang bisa mempengaruhi ujrah, maka musta’jir memiliki hak khiyar antara melanjutkan atau membatalkan ijarah. Dan ketika obyek rusak ditengah kontrak, maka akad ijarah batal.
Syarat ijarah ‘ain :
Obyek yang disewa ditentukan secara spesifik, seperti jasa dari orang ini, aau manfaat dari barang ini.
Obyek yang disewa hadir di majlis akad dan disaksikan secara langsung oleh ‘aqidain pada saat akad ijarah dilangsungkan.
Ijarah ‘ain hanya disahkan dengan sistem langsung. Artinya, pemanfaatan obyek tidak ditunda dari waktu akad.
Ujrah dalam akad ini tidak wajib diserah-terimakan dan cash di majlis akad, artinya ujrah bisa dibayar secara cash atau kredit, apabila ujrah berada dalam tanggungan. Sedangkan apabila ujrah sudah ditentukan di majlis akad, maka pembayaran harus cash tidak bisa dikreditkan.
Contoh ijarah ‘ain :
Menyewa jasa pengajar yang telah ditentukan orangnya, menyewa jasa transportasii yang telah ditentukan mobilnya.
Ijarah Dzimmah
Ijarah dzimmah adalah ijarah dengan obyek berupa jasa orang atau manfaat dari barang yang berada dalam tanggungan mu’jir yang bersifat tidak tertentu secara fisik. Artinya, mu’jir memiliki tanggungan untuk memberikan layanan jasa atau manfaat yang disewa musta’jir, tanpa terikat dengan orang atau barang tertentu secara fisik. Dalam kontrak ijarah dzimmah, apabila terdapat cacat pada obyek, tidak menetapkan hak khiyar bagi musta’jir.
Dan jika obyek rusak ditengah kontrak, maka akad tidak dibatalkan. Artinya mu’jir tetap memiliki tanggungan untuk memberikan layanan jasa atau manfaat tersebut hinga kontrak selesai.
Syarat ijarah dzimmah :
Ujrah harus diserah-terimakan dan cash di majlis akad.
Menyebutkan kriteria barang yang disewa secara spesifik, yang bisa berpengaruh terhadap minat akan jasa atau manfaat tersebut.
Pemanfaatan obyek bisa dilakukan dengan sistem langsung atau tidak langsung, sebab boleh diadakan dengan cash atau kredit.
Contoh ijarah dzimmah :
Menyewa jasa transportasi untuk pengiriman barang ke suatu tempat tanpa menentukan mobil atau bus secara fisik, menyewa jasa servis HP tanpa menentukan servernya, menyewa jasa kontraktor pembangunan gedung tanpa menentukan pekerjanya secara fisik.
Penulis : Sumayyah Najiba, Aynasil Uyuni